SUKABUMI – Persidangan kasus pembunuhan Lili (50), seorang ibu rumah tangga asal Kabupaten Cianjur, kembali ditunda oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibadak pada Senin (10/2/2025) kemarin.
Sehingga penundaan tersebut sempat memicu luapan emosi dari keluarga korban yang merasa kecewa atas jalannya persidangan, dan sempat memburu kedua terdakwa saat digiring keluar dari ruangan sidang.
Wakil Ketua PN Cibadak, Maruli Tumpal Sirait, angkat bicara terkait situasi ini. Menurutnya, kasus ini telah menarik perhatian publik sejak awal karena menyangkut hilangnya nyawa seseorang dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
“Sebenarnya ini hanya luapan emosi dari keluarga korban, dan itu bisa dimaklumi. Penanganan yang dilakukan oleh kepolisian serta pihak PN Cibadak sudah tepat, termasuk memberikan perhatian kepada keluarga korban meskipun hanya berupa air minum,” ujar Maruli dalam wawancara.
Maruli menjelaskan bahwa kasus ini mengalami beberapa kali penundaan, terutama dalam tahap pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
“Tuntutan awalnya dijadwalkan pada 12 Desember 2024, tapi ditunda ke 16 Desember, lalu tertunda lagi hingga 9 Januari 2025. Selanjutnya, berulang kali ditunda hingga akhirnya tuntutan baru bisa dibacakan pada 24 Januari,” jelasnya.
Dalam tuntutannya, kata Maruli, JPU mendakwa kedua terdakwa dengan Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 tentang pembunuhan berencana, yang ancaman hukumannya adalah pidana mati. Namun, JPU menuntut hukuman penjara seumur hidup.
Maruli menegaskan bahwa keterlambatan ini bukanlah kelalaian pengadilan, melainkan akibat prosedur hukum yang harus ditempuh.
“Untuk kasus dengan tuntutan pidana mati atau seumur hidup, JPU harus mendapatkan persetujuan dari Kejaksaan Agung. Proses ini yang membuat waktu pembacaan tuntutan menjadi lebih lama,” tambahnya.
Lanjut Maruli, sidang yang seharusnya membacakan putusan pada 10 Februari 2025 kembali ditunda. Majelis hakim beralasan bahwa mereka belum mencapai mufakat dalam musyawarah.
“Putusan diambil oleh tiga hakim dan harus satu suara. Jika ada perbedaan pandangan terhadap fakta persidangan, maka ada mekanisme seperti dissenting opinion dan concurring opinion,” kata Maruli.
Dalam kasus ini, tegas Maruli terdakwa didakwa dengan empat pasal alternatif, yakni, pasal 340 KUHP junto Pasal 55 (Pembunuhan berencana, ancaman pidana mati), pasal 365 Ayat 4 KUHP juncto Pasal 55 (Pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan kematian, ancaman pidana mati), Pasal 338 KUHP (Pembunuhan biasa, ancaman pidana 15 tahun), Pasal 351 Ayat 3 KUHP (Penganiayaan yang menyebabkan kematian)
Menurut Maruli, perbedaan sudut pandang dalam majelis hakim terjadi karena harus menentukan dakwaan mana yang paling sesuai dengan fakta persidangan.
“Kan majelis hakim ada tiga, bisa saja ada yang berpendapat ke kanan, ada yang ke kiri, ada yang lurus. Itu yang membuat musyawarah belum mencapai mufakat,” ungkapnya.
Namun, Maruli memastikan bahwa PN Cibadak baru satu kali menunda pembacaan vonis, jika ada yang mengatakan putusan ditunda beberapa kali, bahkan sampai 6 kali, karena prosesnya masih di kejaksaan, dan PN Cibadak sendiri hanya baru satu kali penundaan.
“Jadi kalau ada pemberitaan dari keluarga sudah 5 atau 6 kali gak diputus putus, itu karena jaksa tadi, prosesnya harus melalui kejaksaan agung, mengingat tentunya adalah seumur hidup,” terangnya.
“Makanya ini yang membuat kejaksaan sendiri menunda nunda, sedangkan dari PN sendiri baru sekali ini menunda ketika akan membacakan vonis,”tandasnya. (ndi/d)