Puluhan Hektare Sawah dan Rumah di Cibadak Hancur Diterjang Banjir

5 days ago 12

CIBADAK – Hujan deras dengan intensitas tinggi yang mengguyur wilayah Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, telah menyebabkan banjir yang merendam puluhan hektare lahan pertanian dan sejumlah pemukiman warga pada Minggu (13/04).

Banjir kali ini diduga dipicu oleh meluapnya aliran Sungai Cipangasahan dan Sungai Babakan Banten, yang diperparah oleh aktivitas di kawasan perkebunan sawit. Selain curah hujan tinggi, kondisi lingkungan sekitar turut memperparah dampak banjir.

Salah satu tokoh masyarakat di Kampung Babakan Banten, Desa Sukasirna, Kecamatan Cibadak, Endang mengatakan, bencana alam ini terjadi bermula saat wilayah tersebut diguyur hujan deras pada Sabtu (12/04) malam, tepatnya sekitar pukul 19.00 WIB dan berlangsung cukup lama.

Kondisi semakin buruk ketika aliran listrik padam, membuat warga tidak menyadari meluapnya air hingga memasuki rumah-rumah.

“Kemarin malam hujan turun deras, petir menggelegar, dan listrik mati. Kami tidak sadar kalau air sudah mulai meluap ke belakang rumah. Semua perabotan, termasuk alat elektronik, kasur, kursi, terendam air. Kami hanya bisa berbenah sebisanya dalam gelap,” kata Endang pada Minggu (13/04).

Ia juga menambahkan, bahwa banjir kali ini menyerupai kejadian serupa yang terjadi pada tahun 2024, yang disebut sebagai awal dari rentetan banjir di wilayah tersebut.

“Dulu-dulu tidak pernah banjir. Tapi sejak tahun lalu mulai terlihat tanda-tandanya. Menurut saya, ini karena penggundulan hutan sawit di atas, rumput disemprot sampai habis. Akhirnya saat hujan turun, air langsung meluncur ke bawah membawa tanah, tanpa tertahan vegetasi,” jelasnya.

Diperkirakan sekitar lebih dari 20 hektare sawah warga terendam banjir. Padahal, para petani baru saja menanam padi, sehingga banjir ini mengancam gagal panen dan kerugian besar.

“Kami ini petani kecil dengan biaya terbatas. Baru tanam padi, eh langsung terendam. Kami mohon perhatian dari pemerintah. Jangan sampai petani terus jadi korban. Kalau gagal tanam, bagaimana bisa mendukung swasembada pangan? Kami butuh solusi konkret,” tegas Endang.

Masih di tempat yang sama, salah seorang warga terdampak, Ibu Enan, mengaku sudah mulai khawatir setiap kali hujan turun dengan intensitas tinggi. Menurutnya, banjir selalu terjadi setelah hujan deras, terutama dalam beberapa waktu terakhir.

“Kemarin pas hujan besar dari habis Dzuhur, air naik ke jalan, ke rumah. Pagi tadi baru tanam lagi, siangnya hujan, sawah langsung habis lagi. Hampir tiap hujan deras sekarang begini,” ujarnya.

Enan juga mengeluhkan, perihal belum adanya bantuan konkret dari pemerintah selain dokumentasi saat kejadian.

“Belum ada bantuan apa-apa, paling kemarin dari desa cuma datang buat foto-foto pas banjir, habis itu belum ada lagi kabar,” keluhnya.

Ia berharap agar pemerintah segera mengambil langkah perbaikan, terutama pada bendungan dan aliran sungai, agar banjir tidak terus mengancam rumah warga.

“Kalinya tolong diperbaiki, jangan sampai air naik ke rumah terus. Takut juga kalau ada ular masuk pas air tinggi begitu,” tambah Enan.

Warga berharap ada langkah nyata dari pemerintah daerah maupun instansi terkait untuk mengatasi persoalan banjir yang terus berulang, agar aktivitas pertanian dan kehidupan sehari-hari bisa kembali berjalan normal.

“Kami berharap pemerintah segera turun tangan untuk membantu para petani yang terdampak serta mencari solusi jangka panjang agar bencana serupa tidak terus berulang,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sukasirna, Deni Riswandi, menyatakan bahwa banjir memang kerap terjadi saat hujan deras, namun intensitasnya kali ini tergolong parah.

“Dari dulu memang sering terjadi banjir saat hujan besar, tapi beberapa minggu terakhir ini curah hujan terlalu tinggi. Selain faktor alam, ada juga pengaruh dari perkebunan sawit. Sekarang sawitnya sedang mati, jadi sisa airnya mengalir ke perkampungan,” jelas Deni.

Ia menambahkan, penyempitan sungai akibat aktivitas warga juga menjadi penyebab memburuknya situasi. Sungai yang dulunya memiliki lebar empat meter, kini menyusut hanya menjadi satu meter, dengan kedalaman yang juga menurun.

“Mungkin karena warga yang menggarap sawah ingin memperluas lahan pertanian, akhirnya badan sungai ikut dikorbankan. Sungai jadi makin kecil, ini yang harus segera diantisipasi. Harus ada pelebaran sungai dan pembersihan sampah,” ujarnya.

Tiga kampung terdampak paling parah akibat banjir ini, yakni Kampung Pangasahan, Babakan Banten, dan Kampung Cieurih. Air bahkan sempat mencapai ketinggian setengah meter di beberapa titik pemukiman warga.

“Kalau dulu hanya setinggi lutut, sekarang hampir setengah meter. Rumah yang terdampak baru terdat enam unit, sementara lahan pertanian yang terendam diperkirakan mencapai 30 hektare, semuanya baru ditanami,” beber Deni.

Untuk penanganan sementara, pemerintah desa akan melakukan evakuasi bagi warga yang terdampak parah, serta menggerakkan masyarakat untuk membersihkan saluran air dan sampah setelah air surut.

“Kami dari pemerintah desa akan terus memantau kondisi. Jika cuaca ekstrem terus berlanjut, evakuasi akan dilakukan. Setelah kondisi membaik, fokus kami adalah pada pembersihan dan pelebaran aliran sungai,” pungkasnya. (Den)

Read Entire Article
Anggam Lokal| Radarsukabumi| | |