Pameran Etnofotografi “Islam di Minangkabau”: Menyibak Ritus dan Jejak Pertemuan Adat dengan Agama

4 hours ago 6

Langgam.id Sebuah pameran etnofotografi karya Edy Utama, bertajuk “Islam di Minangkabau: Surau dan Ritus Keberagamaan di Sumatera Barat” menampilkan wajah keberagamaan masyarakat Minangkabau yang sarat makna dan sejarah, akan dipanggungkan di tiga kota yakni Padang, Jakarta dan Yogyakarta. Melalui sekitar 200 foto hasil karya Edy Utama, fotografer sekaligus budayawan Minangkabau, pameran ini menghadirkan rekaman visual yang menyingkap dinamika antara adat dan agama dalam kehidupan masyarakat ranah Minang.

“Pameran ini adalah upaya membaca kembali ruang perjumpaan antara Islam dan adat Minangkabau melalui ritual, surau, dan simbol-simbol yang masih hidup hingga kini,” ujar Edy Utama, kurator sekaligus fotografer pameran tersebut. “Di balik setiap ritus, ada sejarah panjang perdebatan, penyesuaian, dan harmoni yang membentuk identitas keberagamaan masyarakat Minangkabau.”

Untuk di Padang, pameran etnografi karya Bung Edy demikian dia disapa secara akrab, akan berlangsung di Galeri Taman Budaya Sumatera Barat, jalan Diponegoro, Kota Padang, 25 Oktober sampai 10 November 2025.

Pameran ini, kata Edy, dirancang sebagai upaya merekam praktik keagamaan yang tumbuh dari pertemuan Islam dan adat Minangkabau, sebuah pertemuan yang sejak awal abad ke-20 melahirkan perdebatan dinamis antara ulama Kaum Muda dan Kaum Tua.

Gerakan ulama Kaum Muda yang dipelopori Syekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), Syekh Jamil Jambek, dan Haji Abdullah Ahmad, berupaya memurnikan ajaran Islam sekaligus memodernisasi pendidikan melalui madrasah, seperti yang kemudian melahirkan Perguruan Thawalib.

Sementara di sisi lain, ulama Kaum Tua seperti Syekh Sulaiman Ar-Rasuli (Inyiak Canduang) tetap mempertahankan pendidikan surau sebagai pusat spiritual dan sosial masyarakat. “Pertentangan dua arus pemikiran itu tidak semata perbedaan ide, tapi juga menggambarkan cara masyarakat Minangkabau mengelola perubahan tanpa kehilangan akar tradisinya,” jelas Edy.

Mengutip pandangan Azyumardi Azra, surau merupakan lembaga Islam tradisional yang menjadi pusat pendidikan dan titik tolak Islamisasi di Minangkabau. Surau bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga simbol integrasi antara adat dan Islam.

“Surau adalah ruang spiritual dan sosial yang menautkan manusia Minangkabau dengan nilai-nilai leluhurnya. Ia bukan warisan Arab, melainkan bentuk lokal yang diislamkan dan dihidupkan kembali sesuai konteks masyarakatnya,” ujar Edy.

Ritus Keberagamaan: Jejak Spiritualitas dan Gotong Royong

Melalui bidikan kameranya, Edy menampilkan berbagai ritus seperti bakaua, arak sadakah padi, dan doa tulak bala, yang menjadi wujud rasa syukur dan doa kolektif masyarakat agraris Minangkabau. Ritus-ritus ini, menurutnya, memperlihatkan hubungan erat antara dunia tarekat dengan kehidupan petani yang tetap bertahan di tengah arus modernisasi.

Tak hanya itu, pameran juga menampilkan ritual haul atau basapa di makam Syekh Burhanuddin Ulakan, ziarah kubur ke makam Syekh Maulana Malik Ibrahim Al-Khalidi di Pasaman, hingga pengukuhan Pucuak Syarak, yang menegaskan peran ulama dalam struktur kepemimpinan masyarakat Minangkabau.

Selain ritus agraris dan spiritual, pameran juga memperlihatkan perayaan Maulid Nabi, balimau, hingga manyaratuih hari yang menggambarkan siklus kehidupan umat Islam Minangkabau. “Ritus-ritus itu bukan sekadar seremoni, melainkan bentuk ekspresi sosial dan spiritual yang diwariskan turun-temurun,” jelas Edy.

Edy juga memasukkan elemen lintas budaya seperti ritus serak gulo masyarakat keturunan India di Masjid Muhammadan Padang, serta tradisi batabuik di Pariaman, yang menunjukkan bagaimana identitas keislaman di Minangkabau terus memperkaya diri lewat perjumpaan budaya.

“Minangkabau adalah ruang terbuka tempat berbagai pengaruh budaya bernegosiasi, tapi tetap berpijak pada semangat religius dan komunal. Itulah yang ingin saya tampilkan dalam foto-foto ini,” ujarnya.

Pameran ini menampilkan foto-foto hasil rekaman Edy Utama selama dua dekade (2005–2025), disusun dalam bentuk esai-esai foto yang menyatukan etnografi, sejarah, dan estetika visual. Ia berharap pameran ini dapat menjadi ruang refleksi atas pentingnya menjaga keberlanjutan tradisi dan nilai-nilai spiritual masyarakat Minangkabau.

“Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan telah menempatkan ritus sebagai bagian dari objek kebudayaan yang harus dijaga. Melalui foto, saya ingin menegaskan bahwa kebudayaan tidak hanya dilihat, tapi juga dirasakan karena di dalamnya ada denyut kehidupan,” pungkas Edy Utama. (*/Yh)

Read Entire Article
Anggam Lokal| Radarsukabumi| | |