Batalyon Ternak

21 hours ago 11

KEMARIN, pukul 04.30 saya sudah bangun. Batalyon Ternak Saya ada janji ke satu tempat sedikit di luar kota Wamena. Memang janjinya masih jam enam pagi, tapi saya harus berolahraga dulu. Harus satu jam. Maka saya lakukan senam SDI (senam Dahlan Iskan) di kamar –pakai musik dari HP. Jendela kaca saya buka sedikit agar udara sejuk dari luar bisa masuk kamar.

Wamena hujan sepanjang malam. Tidak ada kemarau atau musim hujan di sana. Cuaca bisa berubah tiba-tiba. Tidak pula ada musim panas. Tuhan memasang AC siang malam untuk siapa saja tanpa pandang miskin dan kaya.

Di tengah senam, fajar mulai menyingsing. Pepohonan mulai kelihatan basahnya. Hujan sudah reda. Semua tepat waktu. Selesai mandi jemputan sudah datang. Ruang sarapan belum lagi dibuka.

Di perjalanan, setelah meninggalkan kota, saya baca papan nama: Koperasi Merah Putih. “Nanti, baliknya, kita berhenti di situ. Ingin tahu koperasi itu,” kata saya kepada sahabat Disway yang mengemudikan Avanza.

Wamena ini indah sekali. Di pagi hari, indahnya bertambah-tambah. Sungai-sungainya dialiri air deras. Suara airnya bergemuruh. Air dan batu seperti saling berlompatan sambil berbisik keras.

Kembali ke kota, mobil berhenti di pinggir jalan –tepat di seberang papan koperasi. Jalan aspal itu sempit. Mobil di belakang kami membunyikan klakson –pertanda minta jalan. Rupanya sahabat Disway kurang menepikan mobil.

Saya sapa pengemudi mobil di belakang itu. Ia ikut turun. Saya sampaikan bahwa saya hanya ingin berhenti sebentar untuk memotret papan koperasi itu. “Saya ketua koperasinya,” ujarnya. Kok begitu kebetulan. Ia pun mengajak saya jalan menuju pintu pagarnya yang masih tutup. Ia buka pintu itu. Kami pun masuk.

“Ini koperasi serbausaha,” katanya.

Batalyon Ternak

Desain kantor gubernur Papua Pegunungan seperti Capitol di Amerika Serikat.-Dok.-

“Bangunan ini baru?”

“Bangunan lama kantor desa yang direnovasi,” katanya.

Ia pun minta izin buru-buru meneruskan perjalanan. Ia diundang ke suatu rapat pagi-pagi.

Kami juga meneruskan perjalanan kembali ke hotel. Di tengah kota terlihat dua bangunan bagus sekali. Itu kantor sementara gubernur Papua Pegunungan. Di sebelahnya lagi itu kantor bupati Jayawijaya.

Tahun depan mulai dibangun kantor gubernur yang baru. Lengkap dengan kantor DPRD Papua Pegunungan. Ini akan menjadi proyek paling besar di Wamena. Semoga uang baru segera mulai beredar di sini. Juga pekerjaan baru.

Anak-anak muda Wamena perlu lapangan kerja. Itulah salah satu jalan menuju tenang. Tanpa ada kesibukan dan pekerjaan, pikiran bisa berimajinasi ke mana-mana. Padahal kalau ekonomi bergerak di Wamena, kota ini sungguh menakjubkan daya tariknya.

Tentu harus ada aturan yang baik untuk mengatur pendatang. Para pendatang umumnya tinggal di rumah sementara. Rumah bedeng. Kalau pun mulai berjualan juga di kios sementara. Tata kota Wamena bisa terganggu oleh keadaan itu.

Wemena perlu disiapkan penataannya sejak dini. Mumpung belum telanjur ruwet seperti Sentani. Masih bisa ditata tanpa gejolak. Mumpung belum terlalu telat.

Mobil kami terus menyusuri kota. Saya lihat ada salib dalam ukuran besar. “Lewat sana,” pinta saya menunjuk ke salib.

“Itu tugu salib,” ujar sahabat Disway.

Terlihat tugu salib itu dipagari tinggi. Pekarangannya seluas sekitar 60 x 60 meter.

“Bolehkah saya masuk ke dalam pagar? Ingin lihat dalamnya,” pinta saya.

“Lokasi ini belum dibuka. Belum boleh dimasuki,” katanya. “Tugu salib ini bermasalah,” tambahnya. “Kepala PU dan kontraktornya masuk penjara”.

“Oh…”.

“Berapa biaya proyek tugu salib ini?”

“Rp 10 miliar”.

Sudah lebih lima tahun tugu salib itu dibangun. Sebagai calon ikon kota, rasanya nanggung. Kurang tinggi. Hanya enam meter. Juga kurang diangkat ke atas. Lokasinya juga hanya di sebuah kapling rata yang tidak luas. Tidak akan bisa disebut taman kota yang memadai.

Rasanya kantor gubernur yang baru nanti yang akan jadi ikon kota Wemena. Untuk membangunnya sudah banyak batu di sana. Hanya saja semennya tetap harus diterbangkan dengan pesawat. Harga satu sak semen antara Rp 450.000 sampai Rp 550.000 di Wamena.

Rasanya di antara 100 batalyon, baru batalyon yang di Wamena-lah yang perannya akan paling besar.

Batalyon baru itu, Anda sudah tahu: dinamakan Batalyon Teritorial Pembangunan. Disingkat BTP. Anda mudah mengingatnya: mirip singkatan nama Ahok.

Batalyon BTP punya resimen-resimen khusus: resimen ternak, resimen ikan, resimen tani, dan resimen kesehatan. Tugas tempurnya hanya ada di satu resimen. Satu resimen lagi adalah resimen zeni –yang mengerjakan konstruksi.

Di Wamena resimen ternak pastilah akan membuat ternak-ternak ayam yang akan membuat provinsi Papua Pegunungan tidak perlu lagi menerbangkan ayam dari Jawa. Resimen itu juga bisa menyiapkan rakyat bagaimana agar bisa beternak babi secara komunal. Dua jenis ternak ini saja, kalau sukses, sudah akan bisa ‘menaklukkan’ semua hati rakyat Papua Pegunungan. Sekarang ini memang keterlaluan: harga babi sampai Rp 50 juta/ekor.

Halaman: 1 2

Read Entire Article
Anggam Lokal| Radarsukabumi| | |