Langgam.id — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan kebijakan perlakuan khusus bagi debitur yang terdampak bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kebijakan tersebut ditujukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi di daerah terdampak bencana.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, kebijakan itu diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta pada Rabu, 10 Desember 2025, setelah dilakukan pengumpulan data dan asesmen di wilayah terdampak. Hasil asesmen menunjukkan bencana alam tersebut memengaruhi aktivitas perekonomian setempat dan berdampak pada kemampuan bayar debitur.
“OJK mengambil langkah mitigasi risiko agar dampak bencana tidak meluas secara sistemik, sekaligus memberikan ruang bagi pemulihan ekonomi daerah,” ujar Mahendra.
Perlakuan khusus atas kredit dan pembiayaan mengacu pada POJK Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu yang Terkena Dampak Bencana. Kebijakan tersebut mencakup penilaian kualitas kredit berdasarkan ketepatan pembayaran untuk plafon hingga Rp10 miliar, penetapan kualitas lancar atas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi, serta pemberian pembiayaan baru bagi debitur terdampak dengan penilaian kualitas secara terpisah.
Restrukturisasi dapat dilakukan atas pembiayaan yang disalurkan baik sebelum maupun setelah debitur terdampak bencana. Khusus bagi penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi informasi, restrukturisasi dilakukan setelah mendapat persetujuan pemberi dana. Relaksasi ini berlaku hingga tiga tahun sejak ditetapkan, yaitu sampai 10 Desember 2028.
Selain sektor perbankan dan pembiayaan, OJK juga mengeluarkan kebijakan di bidang perasuransian. OJK meminta seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi segera mengaktifkan mekanisme tanggap bencana, menyederhanakan proses klaim, memetakan polis terdampak, serta menjalankan disaster recovery plan jika diperlukan. Industri asuransi juga diminta memperkuat komunikasi dan layanan kepada nasabah serta berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, dan reasuradur.
Berdasarkan pendataan awal dari 39 perusahaan asuransi, potensi klaim akibat bencana tercatat cukup signifikan. Nilai klaim untuk kerusakan properti mencapai sekitar Rp492,53 miliar, sementara kerusakan kendaraan bermotor diperkirakan sebesar Rp74,50 miliar. Di luar itu, terdapat eksposur Asuransi Barang Milik Negara di wilayah terdampak yang diperkirakan mencapai Rp400 miliar. Untuk asuransi jiwa, OJK masih terus melakukan pemantauan.
Mahendra menjelaskan, sejalan dengan kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan, kualitas kredit debitur terdampak akan tetap dipertahankan sehingga klaim kepada perusahaan asuransi atau penjaminan tidak serta-merta timbul. Meski demikian, perusahaan asuransi umum dan penjaminan tetap diwajibkan menyiapkan pencadangan atas potensi risiko gagal bayar guna memastikan kemampuan pembayaran klaim ke depan.
OJK juga memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan yang terdampak bencana berupa perpanjangan batas waktu pelaporan selama 10 hari kerja. Relaksasi ini mencakup laporan SLIK, laporan bank umum, BPR dan BPRS, perusahaan pergadaian, perusahaan modal ventura, lembaga penjamin, hingga dana pensiun. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memastikan kewajiban pelaporan tetap berjalan tanpa membebani operasional lembaga jasa keuangan yang terdampak langsung bencana.
Di sisi lain, Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK pada 27 November 2025 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga di tengah dinamika global. Perekonomian global dinilai relatif stabil meskipun terdapat tanda-tanda moderasi di beberapa kawasan, dengan aktivitas manufaktur global masih berada di zona ekspansi dan kondisi keuangan yang relatif longgar.
Di dalam negeri, perekonomian Indonesia tetap solid dengan pertumbuhan ekonomi triwulan III-2025 sebesar 5,04 persen secara tahunan dan PMI manufaktur yang konsisten berada di zona ekspansi. Sepanjang 2025, sektor jasa keuangan menunjukkan ketahanan yang kuat, ditopang oleh permodalan yang solid, kecukupan pencadangan, dan profil risiko yang terkendali.
“OJK akan terus mengarahkan sektor jasa keuangan agar berkontribusi optimal terhadap program prioritas pemerintah, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, dan tata kelola yang baik,” kata Mahendra.
Dengan berbagai kebijakan tersebut, OJK berharap stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga, sekaligus mampu menjadi motor pemulihan ekonomi bagi masyarakat dan pelaku usaha di wilayah terdampak bencana.

14 hours ago
8














































