Kedaulatan Digital Rontok, Kuota Hangus dan SIM Card Fiktif ?

3 days ago 17

Oleh: Iskandar Sitorus.

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch

SIM Card atau Kartu SIM (Subscriber Indentity Module), merupakan Chip kecil yang tertanam ke dalam perangkat seluler Berfungsi untuk mengidetifikasi pengguna handpone ke jaringan seluler.

DARI saku baju, SIM Card bisa menembus sistem keuangan negara, mengguncang pemilu, hingga menyuburkan kejahatan online. Kartu yang ongkos produksinya dikisaran Rp1.100 sampai Rp1.200 itu sungguh cukup mereporkan Republik kita.

Data resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mencatat ada 315 juta SIM Card aktif di Indonesia per Mei 2025. Namun Bjorka menyebutkan sebanyak 1,3 miliar data dari registrasi nomor handphone. Padahal, jumlah penduduk negeri ini hanya sekitar 280 juta jiwa.

Artinya, ada ratusan juta SIM Card aktif yang tak punya logika demografis. Pertanyaannya, siapa yang punya, siapa yang pakai, dan siapa yang mengawasi?

Ledakan SIM Card Sejak 2010

Fenomena SIM Card melebihi jumlah penduduk bukan hal baru. Pihak Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data pelanggan telepon seluler sejak 2010 yang luar biasa tinggi:

Tahun 2010 ada nomor selular aktif sekitar 253 juta, 2011 yang aktif 288 juta, pada 2012 terdapat 319 juta, 2013 sebanyak 341 juta, 2014 sebanyak 351 juta, 2015 sebanyak 338 juta, 2016 sebanyak 385 juta, 2017 sebanyak 435 juta, 2018 sebanyak 319 juta, 2019 sebanyak 341 juta dan 2020 sebanyak 355 juta.

Sejak era ponsel massal 15 tahun lalu, kita hidup dalam situasi aneh, yaitu jumlah nomor aktif tidak pernah mencerminkan jumlah penduduk yang bisa diverifikasi.

Meskipun aturan sudah ada, tapi lemah di pengawasan. Seperti halnya di dalam Permenkominfo No. 12 tahun 2016, yang sebenarnya membatasi satu NIK maksimal 3 SIM per-operator. Tapi dalam praktiknya, masyarakat tetap bisa membeli belasan SIM dari berbagai konter tanpa validasi identitas.

Kemudian pada Permenkominfo Nomor 5 tahun 2021 memperbaikinya lewat aturan registrasi ulang dan pemutusan otomatis nomor yang tidak aktif selama 180 hari. Namun, tak ada integrasi antar-operator dan penegakan sanksi administratif.

Berdasrkan pengamatan IAW, penjualan SIM melalui e-commerce tetap marak tanpa verifikasi KTP. Celakanya kejahatan digital menyelinap lewat celah SIM Card tersebut.

Bahkan IAW menilai, lemahnya pengawasan SIM Card menjadikan Indonesia sebagai ladang subur kejahatan digital, seperti:

Judi online menggunakan nomor fiktif digunakan top-up dompet digital.

Penipuan OTP sehingga akun perbankan dibobol lewat SIM Card lama.

SMS phishing dimana ribuan link jebakan dikirim tiap hari.

Bot politik gunakan puluhan ribu SIM Card yang dikendalikan untuk menyebar hoaks pemilu.

Pinjaman fiktif, SIM Card ganda dipakai untuk akun palsu di Pinjol dan e-wallet.

Akses VPN gelap menggunakan nomor tak terverifikasi dipakai masuk darkweb.

Kalau negara gagal menutup lubang ini, maka kita bukan hanya bicara soal kerugian finansial, tapi juga ancaman terhadap pemilu, ketertiban umum, dan integritas demokrasi.

Siapa Audit Vendor & Provider

Provider besar seperti Telkomsel, Indosat, XL Axiata, menggandeng vendor-vendor global, seperti Thales, IDEMIA, dan G+D. Vendor lokal seperti PT Pelita Teknologi (PGLO) guna memasok SIM Card fisik setiap bulan.

Namun, tak pernah ada audit tematik publik soal, distribusi SIM Car oleh vendor ke pasar, dan enkripsi dan keamanan personalisasi chip (IMSI dan Ki) serta kesesuaian antara SIM Card aktif dan pengguna terverifikasi.

Di luar kejahatan digital, praktik kuota hangus juga disorot. Contoh, konsumen membeli 10GB, hanya terpakai 4GB, lalu sisanya hilang tanpa kompensasi. Tidak ada sistem rollover. Tidak ada transparansi nilai sisa layanan. Tidak pula terlihat pencatatannya.

Ini disebut praktik legal tapi sangat tidak etis. Hendaknya korporasi provider memiliki moral yang tinggi jika mengetahui posisi konsumennya dirugikan, walau karena regulasi yang belum berlaku adil.

Jangan pula malah merasa nyaman bahkan menikmati kondisi ‘zona’ yang buruk bagi konsumen tersebut. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 tahun 1999 memang belum menyentuh ranah perlindungan hak atas kuota digital.

Lebih dari itu, sejauh ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya mengaudit laporan keuangan Kominfo (Komdigi) dan operator BUMN seperti Telkomsel. Belum pernah ada audit BPK terhadap:

1. Validitas data SIM Car secar nasional.
2. SIM Card tidak aktif (zombie).
3. Rantai pasok vendor SIM Card.
4. Kerugian akibat kuota hangus.

Padahal, audit inilah yang akan bisa membantu membuka tabir kriminal digital sistemik di Indonesia. Oleh karena itu, IAW mendorong reformasi total tata kelola kuota hangus SIM Card

IAW mengajukan 4 Rekomendasi

1. Audit BPK atas registrasi dan vendor SIM Card. Libatkan Dukcapil, PPATK, dan BSSN. Provider harus memiliki etika moral yang tinggi untuk ikut bertanggungjawab atas nomor yang digunakan secara sistematis, jika merugikan konsumennya.

2. Revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen, untuk tambahkan pasal tentang hak atas kuota digital yang tidak terpakai. Guna hindarkan fraud by omission.

3. Whitelist nasional SIM Card, dimana hanya nomor yang diverifikasi langsung ke Dukcapil yang boleh digunakan untuk akses digital vital (bank, e-wallet, pemilu).

4. Satgas judi online perlu menyisir jalur SIM Card, bukan cuma situs. Karena akar transaksinya bermula dari nomor-nomor yang tak terlacak.

IAW berpendapat, bahwa negara bisa runtuh dari Chip seukuran kuku itu. Tapi ia (SIM Card) adalah kunci masuk ke ruang digital nasional: rekening, e-wallet, pinjol, pendaftaran pemilu, dan identitas online.

Sebenarnya, tidak terlalu sulit untuk menjerat para pelaku kejahatan kuota hangus dan SIM Card. Karena aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan KPK) maupun Auditor Keungan Negara (AKN) ideal secara IT.

Stakeholder tersebut dapat memeriksa kuota hangus melalui Billing System pada Signaling System 7. Begitu juga terkait SIM Card bisa dengan melakukan audit HLR (Home Location Register). (*)

Catatan:
Indonesia Audit Watch (IAW), sebuah LSM yang melakukan audit dan pengawasan terhadap berbagai lembaga dan sektor di Indonesia.

Read Entire Article
Anggam Lokal| Radarsukabumi| | |